Kecerdasan lelaki itupun tak perlu dielak lagi. Beradaptasi? Tak perlu diragukan lagi. Lelaki itu bagaikan pemenang dalam segala aspek. Manusia yang mendekati sempurna.
Tak pernah orang orang sekitarnya bertemu dengannya dalam keadaan rapuh ataupun hancur. Mimpi lelaki itupun tak pernah redup. Pemimpi dan penggapai mimpi yang handal. Anggap saja ia memiliki hidup yang sempurna.
Simpulkan saja dia memiliki segalanya. Itulah penglihatan orang orang sekitar yang slalu mengagumi lelaki itu dari kejauhan.
Tetapi, lelaki itu tak sepenuhnya sempurna. Lelaki itu tak sepenuhnya menjadi pemenang dalam segala aspek kehidupan. 'Manusia sempurna' itu mendekati kehancuran. Jiwanya rapuh. Ia hanya berpegang teguh pada mimpi-mimpinya. Ia hanya bersandar pada topeng rupawan yang slalu dikenakannya. Mendekati hancur, tetapi belum sepenuhnya hancur.
Setiap malam, direnungkanlah hidupnya yang menurut sekitarnya, ialah si pemilik hidup yang sempurna. Ia tidak sempurna. Apalagi dengan hidupnya. Hidupnya bagaikan gerbang menuju kehancuran yang disusurinya setiap hari dan setiap detik. Topeng rupawan yang ia kenakan berhasil menipu ratusan orang yang ditemuinya. Ia tak ingin terlihat hancur. Ia ingin menjadi normal seperti kehidupan sekitarnya. Tanpa ragu, ia kenakan topeng itu setiap hari.
Ia tak ingin dikasihani. Ia ingin berpegang teguh pada mimpinya dan bersandar pada harapannya. Hanya tersisa mimpi dan harapan untuk bertahan hidup. Ketika dilepaskannya topeng itu selesai dari beraktivitas, ia bukan lagi lelaki yang memiliki hidup yang sempurna. Ia hanya seonggok daging yang mendekati kehancuran.
Lelaki itulah penipu yang hebat. Memiliki jiwa yang kuat. Topeng yang dikenakannya pun tak pernah luput menutupi kehancurannya. Lelaki itulah pemilik hidup yang jauh dari sempurna. Tetapi, masih ada mimpi dan harapannya yang membuatnya masih bertahan di kehidupannya.
Ialah penipu yang hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar